KHDPK, Peluang Pengelolaan Hutan oleh Desa yang Adil dan Mensejahterakan


Dalam kebijakan Perhutanan Sosial tersebut pemerintah memberikan kesempatan akses kelola dan pemanfaatan terhadap hutan negara oleh masyarakat. 

Peluang pengelolaan hutan oleh masyarakat ini semakin terbuka dengan adanya PP. 23/2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan yang didalamnya menyebutkan KHDPK (Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus) sebagai suatu kawasan yang dikeluarkan dari wilayah kerja Perhutani.

Tata kelola hutan di Indonesia telah mengalami perubahan paradigma dimana hutan tidak lagi dipandang hanya sebatas kayu (timber extraction & timber management) tetapi hutan saat ini telah dipandang bersama masyarakat sekitar sebagai satu kesatuan ekosistem yang saling mempengaruhi dan memberi timbal balik. 

Transformasi terhadap perubahan cara pandang kehutanan tersebut telah menjadi prakarsa lahirnya konsep social forestry melalui kebijakan Perhutanan Sosial (Permen LHK No. 83 Tahun 2016, Permen LHK No. 39 Tahun 2017 dan Permen LHK No.9/2021). 

Baca juga : Indonesia Masuk 4 Besar Negara Paling Perusak Hutan Tropis

Peruntukan KHDPK dalam PP.No.23/2021 pasal 112 adalah untuk kepentingan: Perhutanan Sosial, Penataan Kawasan Hutan dalam Pengukuhan Kawasan Hutan, Pengunaan Kawasan Hutan, rehabilitasi Hutan, Perlindungan Hutan, atau pemanfaatan jasa lingkungan. 

Didalam PP ini dijelaskan Perhutanan Sosial (PS) bertujuan untuk mewujudkan kelestarian hutan, kesejahteraan masyarakat, keseimbangan lingkungan, dan menampung dinamika sosial budaya masyarakat sekitar kawasan hutan. 

Ada 5 skema Perhutanan Sosial (PS) yang dapat diusulkan oleh masyarakat kepada pemerintah yaitu (1) Hutan Desa, (2) Hutan Kemasyarakatan, (3) HTR, (4) Hutan Adat, dan (5) kemitraan Kehutanan. Merujuk pada peraturan ini, maka terbuka kesempatan bagi desa dalam kawasan hutan untuk mendapatkan izin kelola hutan diwilayahnya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya melalui skema pengusulan Hutan Desa.

Pertanyaan yang sering muncul adalah tentang bagiamana peluang desa dalam pengelolaan Hutan Desa dalam skema izin Perhutanan Sosial. 

Dalam UU Desa No.6 Tahun 2014 menyatakan desa memiliki kewenangan dibidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat desa. 

Menurut UU ini, desa dalam kewenangannya dapat melakukan suatu prakarsa desa atau prakarsa masyarakat desa sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Singkatnya, desa dapat melakukan pengelolaan terhadap semua yang ada didalam desa, termasuk didalamnya adalah hutan dan kelembagaannya.  

Baca juga : KLHK : 856 Ribu Ha Lahan di Jawa untuk Perhutanan Sosial

Di Jawa sangat memungkinkan skema Hutan Desa (HD) ini yang didaftarkan dalam izin Perhutanan Sosial (PS) karena menjadi pilihan terbaik. KHDPK sebagai bentuk pelepasan sebagian wilayah kerja badan usaha milik pemerintah bidang kehutanan di Jawa (Perhutani) memberikan ruang keadilan bagi masyarakat sekitar hutan serta memberi peluang desa dalam pengelolaan kawasan hutan. Adanya kelola Hutan Desa (HD) ini juga sejalan dengan SDGs Desa point 15 Desa Peduli Lingkungan Darat (ekosistem daratan). 

Persoalan-persoalan atas pengelolaan hutan di Jawa seperti konflik atas monopoli penguasaan sumber daya hutan dan kemiskinan masyarakat hutan karena keterbatasan akses lahan akan terasi. Pada akhirnya hutan tetap lestari dan rakyat sejahtera.

Dalam permohonan persetujuan pengeloaan Hutan Desa (HD) secara teknis telah diatur dalam Kepmen LHK No.9/2021 Paragraf 3 tentang Tata Cara Permohonan Persetujuan  Hutan Desa (khususnya pada pasal 12; ayat 1,2,3). 

Pada tingkat desa, proses pengusulan Hutan Desa (HD) dapat diawali dari tahap Musyawarah Desa (Musdes) untuk membuat Perdes pengelolaan hutan desa. 

Selain itu, dalam Musdes tersebut juga untuk membentuk Lembaga Desa Pengelola Hutan (LDPH) bisa berbentuk Kelompok Tani Hutan (KTH) atau Gabungan KTH (G-KTH). Pada LDPH yang telah terbentuk maka wajib melakukan pengelolaan HD dengan prinsip pengelolaan hutan lestari untuk kesejahteraan dan lembaga ini juga dapat memperoleh skema pengaggaran dari Dana Desa.

Penggunan Dana Desa pada dasarnya adalah sebagai sebuah peta jalan (roadmap) dari wujud rekognisi (pengakuan) dan subsidiaritas Negara kepada desa untuk pemajuan perekonomian desa. Pemanfaatan Dana Desa saat ini juga diarahkan guna mendukung pemulihan ekonomi dan sektor prioritas dalam rangka mempercepat pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. 

Seringkali Dana Desa hanya dimaknai untuk hal-hal yang berupa pembangunan fisik sedangkan sering luput adalah sector prioritas lainnya yang bersifat jangka panjang sesuai dengan karakteristik dan potensi pada masing-masing desa. Pada Desa dalam kawasan hutan, tentunya penggunaan Dana Desa dapat digunakan dalam implementasi Hutan Desa.

sumber: jatim beritabaru