DPRD Sultra Beri Peringatan Keras Kepada 93 Pemegang IPPKH di Sultra


Kawasan hutan merupakan sumber daya alam bagi kepentingan pembangunan sektor  kehutanan dan sektor di luar kehutanan. Pemanfaatan kawasan hutan ditujukan bagi  kepentingan pembangunan sektor kehutanan, sedangkan penggunaan kawasan hutan  ditujukan bagi pembangunan sektor di luar kehutanan. 

Pada prinsipnya penggunaan  kawasan hutan untuk kepentingan diluar kegiatan kehutanan diperbolehkan dengan  batasan hanya dapat dilakukan di kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung.  

Penggunaan kawasan hutan untuk sektor non-kehutanan dapat dilaksanakan melalui  mekanisme Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) atau Tukar Menukar Kawasan Hutan  (TMKH).

IPPKH merupakan penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar  sektor kehutanan tanpa mengubah fungsi dan peruntukkan kawasan hutan. 

Kawasan hutan  akan dikembalikan kepada Negara setelah jangka waktu pinjam pakai berakhir. Kawasan  hutan yang dapat digunakan dengan mekanisme PPKH adalah hutan produksi dan hutan  lindung.

 DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra) menyoroti aktifitas pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan negara dalam rangka kegiatan baik kehutanan dan non kehutanan di Sultra sangat masif. Hal ini tergambar dari banyaknya ijin penggunaan kawasan hutan negara.

Anggota Komisi III DPRD Sultra Abdul Salam Sahadia sebut, berdasarkan data saat ini jumlah Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) atau penggunaan kawasan hutan sebanyak 93 ijin. Dengan luas lebih kurang 34.000 Hektar.

Sejalan dengan itu kata Salam Sahadia, kewajiban lain yang tidak kalah pentingnya adalah Rehabilitasi DAS (Rehab DAS) dengan kewajiban melaksanakan penanaman pada lahan kritis. Tujuannya untuk memulihkan dan mempertahankan kondisi kawasan hutan, baik dari segi ekologi dan ekonomi.

Legislator Partai Demokrat ini menjelaskan, ekologi maksudnya, ekosistem hutan tetap terjaga, dan ekonomi maksudnya karena dalam kegiatan Rehab DAS masyarakat sekitar hutan yang akan terlibat dalam kegiatan penanaman.

“Secara tidak langsung membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar hutan. Karena masyarakat ikut bekerja otomatis masyarakat akan mendapat tambahan penghasilan,” jelasnya.

Olehnya itu, Salam Sahadia menegaskan, kewajiban Rehab DAS ini tidak bisa ditawar karena jika lalai, maka pemegang IPPKH akan kena sanksi yang akan berujung penundaan perpanjangan SK IPPKH hingga pencabutan.

Dia mengatakan, kewajiban bagi pemegang IPPKH selain Dana Reboisasi dan Provisi Sumber Daya Hutan (DR dan PSDH) terhadap tegakan pohon yang ditebang juga Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) terhadap kawasan hutan yang dibuka. Harus tepat waktu, karena ini berkontribusi kepada pembangunan bangsa dan negara. Tidak boleh ada tunggakan, jika perlu dikenai sanksi.

“Kenapa tepat waktu, karena jika dibiarkan berlarut-larut akan menumpuk akhirnya kesulitan dalam membayar tagihan DR dan PSDH serta PNBP akhirnya tidak sanggup membayar dan berakibat pencabutan SK IPPKH,” ucapnya.