Kerusakan Hutan di Indonesia dan Tinjauan Hukumnya


Hutan adalah wilayah daratan yang didominasi oleh pepohonan. Ratusan definisi hutan digunakan di seluruh dunia, menggabungkan faktor-faktor seperti kerapatan pohon, tinggi pohon, penggunaan lahan, kedudukan hukum, dan fungsi ekologis.

Organisasi Pangan dan Pertanian mendefinisikan hutan sebagai lahan yang membentang lebih dari 0,5 hektar dengan pohon-pohon lebih tinggi dari 5 meter dan tutupan kanopi lebih dari 10 persen, atau pohon-pohon yang mampu mencapai ambang batas ini secara in situ. 

Ini tidak termasuk lahan yang didominasi oleh penggunaan lahan pertanian atau perkotaan. Menggunakan definisi ini, FRA 2020 menemukan bahwa hutan mencakup 4,06 miliar hektar atau sekitar 31 persen dari luas daratan global pada tahun 2020. 

Hutan adalah ekosistem terestrial yang dominan di Bumi, dan tersebar di seluruh dunia. Lebih dari separuh hutan dunia hanya ditemukan di lima negara (Brasil, Kanada, Cina, Federasi Rusia, dan Amerika Serikat). Bagian terbesar dari hutan (45 persen) ditemukan di domain tropis (hutan tropis), diikuti oleh domain boreal, beriklim sedang dan subtropis.

Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan hutan yang menyimpan berbagai macam flora dan fauna. Menurut WWF Indonesia, keanekaragaman hayati yang terkandung di hutan Indonesia meliputi 12 persen spesies mamalia dunia, 7,3 persen spesies reptil dan amfibi, serta 17 persen spesies burung dari seluruh dunia. 

Spesies tersebut belum termasuk spesies yang belum ditemukan. Bahkan Indonesia dijuluki sebagai paru-paru dunia. Sayangnya, hutan Indonesia tidak selalu berkembang dalam keadaan baik. Kerusakan hutan menjadi isu yang selalu muncul setiap tahun. 

Hukum berkaitan langsung untuk menjerat pelaku perusakan hutan di Indonesia adalah UU No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H). UU P3H bertujuan untuk menjaga keberlangsungan hutan Indonesia secara kontinu. Ketentuan perundangan ini adalah lex specialis (ketentuan khusus) dari UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (Kehutanan). UU P3H bertujuan untuk menjerat kejahatan kehutanan yang sistematis dan sulit untuk diselesaikan oleh UU No. 41 tahun 1999. 

Salah satu pasal dari UU P3H yang secara gamblang melarang kegiatan perusakan hutan adalah Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22. Pasal tersebut mengatur bagaimana UU P3H mengatur salah satu kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan, yaitu penebangan liar. 

Pasal 19

  1. Setiap orang yang berada di dalam atau di luar wilayah Indonesia dilarang:
  2. Menyuruh, mengorganisasi, atau menggerakkan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
  3. Ikut serta melakukan atau membantu terjadinya pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
  4. Melakukan permufakatan jahat untuk melakukan pembalakan liar dan/ atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
  5. Mendanai pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah secara langsung atau tidak langsung
  6. Menggunakan dana yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
  7. Mengubah status kayu hasil pembalakan liar dan atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah, seolah-olah menjadi kayu yang sah, atau hasil penggunaan kawasan hutan yang sah untuk dijual kepada pihak ketiga, baik di dalam maupun di luar negeri
  8. Memanfaatkan kayu hasil pembalakan liar dengan mengubah bentuk, ukuran, termasuk pemanfaatan limbahnya
  9. Menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, dan/atau menukarkan uang atau surat berharga lainnya serta harta kekayaan lainnya yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil pembalakan liar dan/atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
  10. Menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil pembalakan liar dan/atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.

Pasal 20

  1. Setiap orang dilarang mencegah, merintangi, dan/atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung upaya pemberantasan pembalakan liar dan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.

Pasal 21

  1. Setiap orang dilarang memanfaatkan kayu hasil pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yang berasal dari hutan konservasi.

Pasal 22

  1. Setiap orang dilarang menghalang-halangi dan/atau menggagalkan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan tindak pidana pembalakan liar dan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah


FAKTOR KERUSAKAN HUTAN

Setiap tahunnya, selalu muncul kasus kerusakan hutan baru. Faktor yang mendasari kerusakan hutan bermacam-macam. Faktor-faktor kerusakan hutan antara lain:

1. Penebangan liar 

Penebangan liar secara ilegal di suatu kawasan hutan dapat menurunkan dan mengubah fungsi hutan.  Umumnya kayu hasil penebangan liar akan dijual kembali kepada penadah untuk nantinya akan dijadikan barang jadi dalam bentuk lain. Hutan akan kehilangan pohon yang memiliki daya serap akan air dan karbondioksida, sehingga timbul potensi longsor, banjir, dan peningkatan polusi pada masyarakat

2. Kebakaran Hutan 

Kebakaran hutan dipengaruhi faktor iklim dan kesengajaan. Namun, di Indonesia kebanyakan kebakaran hutan terjadi karena faktor kesengajaan. Beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab sengaja membakar hutan untuk membuka lahan perkebunan maupun pemukiman.  

3. Alih fungsi hutan menjadi kebun kelapa sawit 

Alih fungsi hutan menjadi kebun kelapa sawit sering dilakukan oleh korporasi besar yang tak bertanggung jawab secara sistematis. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang menguntungkan dan selalu dibutuhkan. Sehingga beberapa pihak tak bertanggung jawab tersebut sengaja menggunakan hutan sebagai lahan untuk kebun baru mereka tanpa pertimbangan dampak negatif yang akan terjadi. 

4. Serangan hama 

Terkadang, serangan hama menyerang dan beberapa jenis pohon tertentu di dalam hutan. Tanpa penanganan yang serius, hama akan membuat pohon mati dan pada akhirnya perlahan-lahan jumlah pohon akan berkurang.

5. Limbah Industri

Kasus perusahaan membuang limbah industri di aliran sungai di tengah hutan sering kali terdengar. Limbah tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan sekitarnya termasuk kehidupan flora dan fauna. 


JENIS PELANGGARAN KERUSAKAN HUTAN

Berdasarkan faktor-faktor kerusakan hutan di atas, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa jenis kerusakan hutan yang bersumber dari pelanggaran yang dilakukan manusia. Pelanggaran tersebut sengaja dilakukan demi kepentingan pribadi tanpa mengindahkan dampak yang akan terjadi. Pelanggaran tersebut antara lain :

  1. Penebangan hutan
  2. Pembakaran hutan
  3. Alih fungsi hutan 
  4. Pembuangan sampah industri

 

PENANGANAN KEJAHATAN DI BIDANG KERUSAKAN HUTAN

Salah satu kejahatan di bidang kehutanan yang masih diingat masyarakat adalah penebangan liar di kawasan hutan Sumatera Utara pada tahun 2019. kejadian penebangan liar tersebut terjadi di hutan Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Polisi Kehutanan (Polhut) Dinas Kehutanan Sumatera Utara melakukan penangkapan berdasarkan laporan masyarakat sekitar. 

Para pelaku penebangan liar melakukan aksi mereka menggunakan ekskavator, traktor jonder dan mesin pemotong kayu. Pohon sengaja ditebangi dari pagi hingga siang, dan pada malam hari hasil kayu dibawa menggunakan truk. Setelah pohon ditebangi sejak pagi hingga siang, kemudian pada malam hari potongan kayu dibawa menggunakan truk. Naas, penebangan liar tersebut telah berlangsung selama 10 tahun dan mengakibatkan rusaknya jalanan kampung sejauh 15 kilometer dan terjadinya longsor di sekitar lokasi yang tak jauh dari pemukiman warga.

Kasus penebangan liar di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara masih berada dalam proses hukum hingga saat ini. Berdasarkan kasus tersebut, dapat dilihat bahwa masyarakat sekitar hutan yang tak memiliki privilege lebih menjadi korban pertama yang terkena imbas dari kerusakan hutan. Dilihat dari sudut pandang hukum, kasus penebangan liar tersebut dapat dijerat dengan UU No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Semoga kasus di atas dapat menjadi pembelajaran bagi pelaku usaha agar tidak melakukan segala tindakan yang dapat menyebabkan kerusakan hutan secara sembarangan.