Kepala Perwakilan BPKP Kalsel Rudy M. Harahap mengungkap, ada sebanyak 23 pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) belum melaksanakan kewajibannya.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan Selatan menyoroti banyaknya lahan kritis di Banua yang belum direhabilitasi.
“Kondisi peralatan yang tidak memadai tersebut akan menimbulkan risiko tidak tertanganinya bencana kebakaran hutan di Kalimantan Selatan,” ujarnya.
“Seluas 20.351 hektare lahan kritis belum ditangani oleh 23 pemegang IPPKH atau senilai Rp536 miliar,” kata Rudy dalam rilis tertulis BPKP Kalsel.
Dari sektor penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), dia menyebut bahwa BPKP menemukan sebanyak 928 alat penanganan Karhutla yang tidak sesuai dengan standar. Juga sebanyak 1.027 alat tidak terpelihara dengan baik senilai Rp15,2 miliar.
Rudy menyatakan, BPKP Kalsel telah melakukan banyak upaya dalam mewujudkan pemerintah daerah yang profesional dan bebas dari korupsi di Kalimantan Selatan. “Yakni, lewat pengawasan keuangan daerah, keuangan desa, penanganan Covid-19, penanganan bencana akibat lahan kritis dan kebakaran hutan, serta dari governansi korporasi,” paparnya.
Ditambahkannya, selama lima tahun terakhir, BPKP Kalsel berhasil melakukan penyelamatan keuangan negara Rp90,6 miliar di Banua melalui audit investigatif dan audit perhitungan keuangan negara.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Kehutanan Kalsel, Fathimatuzzahra memberikan penjelasan terkait rehabilitasi lahan di Banua.
Dia menjelaskan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menetapkan sebanyak 48 perusahaan dengan jumlah izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) sebanyak 84 unit dengan luas sekitar 60.000 hektare. “Dari luas tersebut yang sudah dilaksanakan dari kewajiban antara 50 persen sampai 60 persen,” jelasnya.
“Kondisi peralatan yang tidak memadai tersebut akan menimbulkan risiko tidak tertanganinya bencana kebakaran hutan di Kalimantan Selatan,” ujarnya.
Selain itu, dia menyebut lebih dari 4.000 hektare juga sudah dilaksanakan penilaian atas tingkat keberhasilan tumbuh tanaman Rehabilitasi DAS (daerah aliran sungai).
Mengapa baru 4.000 hektare yang masuk penilaian? Wanita akrab disapa Aya ini menuturkan, karena pelaksanaan rehabilitasi DAS oleh IPPKH baru gencar dilaksanakan sejak 2017 pada saat Hanif Faisol Nurofiq sebagai Kepala Dinas Kehutanan Kalsel dengan beberapa pengetatan perizinan.
“Yang belum bisa dilakukan penilaian saat ini karena ada yang baru melakukan penanaman (P0), serta tahap pemeliharaan,” tuturnya.
Dia pun menegaskan bahwa sebagian besar IPPKH bukan tidak melaksanakan kewajiban merehabilitasi lahan kritis, melainkan masih dalam proses penyelesaian.
“Karena kegiatan rehabilitasi DAS oleh IPPKH atau pemegang izin persetujuan penggunaan kawasan hutan dilakukan secara bertahap, disesuaikan dengan pendanaan dan jangka waktu pelaksanaan,” tegasnya.
Dirinya memastikan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan sangat serius terkait pelaksanaan rehabilitasi DAS oleh IPPKH. “Rehabilitasi merupakan salah satu komponen yang cukup besar dalam mendukung kesuksesan program revolusi hijau dari gubernur yang bertujuan untuk perbaikan lingkungan, melalui gerakan penanaman secara masif,” paparnya.
Tindakan nyata di lapangan terkait peran Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, menurut Aya ialah dengan menunjuk petugas yang bertanggungjawab melakukan pendampingan terhadap rehabilitasi DAS. Kemudian progres hasil di lapangan selalu dilaporkan kepada Kementerian LHK sebagai instansi yang berwenang untuk menetapkan sanksi terhadap kelalaian pelaksanaan rehabilitasi DAS oleh IPPKH.
Hal itu ujar dia, sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup NOMOR P.59/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019 tentang Penanaman Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai.
sumber : radarbanjarmasin.jawapos.com
Konsultan IPPKH, Penanaman RehabDAS, Tata Batas dan Inventarisasi Tegakan
- Email : info@kilausurya.co.id
- website : www.kilausurya.co.id
- Phone/WA : 0812-7991-0832 (PT.Kilausurya Alam Lestari)