Cara menghitung Volume Pohon

 



Secara teoritis menghitung volume pohon di atas kertas memakai rumus π x r2 x t.  π adalah phi, konstanta berniali 3,14, r adalah jari-jari diameter pohon, dan t adalah tinggi pohon. Praktiknya, tidak semudah membaca rumus.

Saya pernah menghitung volume pohon meranti putih dan meranti merah di wilayah kerja PT Inhutani II di Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Dengan bekal alat ukur tinggi pohon (hagameter) dan alat ukur panjang (phimeter), saya coba menghitung volume satu blok tebangan.

Di hutan alam tropis basah seperti Indonesia, jenis pohon dominan biasanya pohon yang membutuhkan sinar matahari lebih banyak untuk tumbuh. Disebut juga pohon intoleran. Makin ke bawah strukturnya pohon makin sedikit membutuhkan matahari untuk fotosintesis. Dengan struktur yang kompleks itu bagaimana menghitung volume pohon di hutan alam?

Karena tumbuh secara alamiah, tak beraturan, persaingan pohon mendapatkan nutrisi sangat keras dan ketat. Pohon yang kuat dan menang dalam mendapatkan nutrisi akan tumbuh besar, meski secara alamiah, antar pohon akan saling bertukar karbon di dalam tanah melalui proses kimia yang rumit.

Alat-alat ini tak terlalu berguna, karena pohon kelompok meranti (Shorea sp) pada umumnya mempunyai banir setinggi di atas 2,5 – 3 meter. Untuk mengukur diameter setinggi dada pun amat sulit. Tinggi pohon jenis meranti rata-rata di atas 30-40 meter, sehingga hagameter tak bisa mengukurnya karena tertutup tajuk pohon yang rapat.

Dalam praktiknya, masyarakat lokal di sekitar hutan memiliki teknik dan kearifan lokal yang lebih maju ketimbang alat-alat modern. Mereka menggunakan komparasi dengan pohon-pohon yang berada di dekatnya yang serupa.

Syaratnya, pohon pembanding tak boleh lebih dari 10 meter dari pohon yang hendak diukur. Pohon pembanding ini bisa terjangkau oleh hagameter maupun phimeter, baik tinggi maupun diameter setinggi dadanya. Diameter setinggi dada (dbh) merupakan patokan menghitung volume, biasanya 50 sentimeter dari permukaan tanah.

Dengan komparasi antar pohon yang serupa bentuk fisiknya, penghitungan volume pohon dengan mudah bisa diinterpolasi sesuai dengan obyek pohon yang sesungguhnya.

Untuk menguji kebenaran teknik pengukuran seperti ini, saya coba menghitung volume ketika pohon tersebut sudah rebah ditebang. Ternyata, volume kayu yang dihitung dengan teknik interpolasi saat pohon masih berdiri dan volume pohon setelah rebah deviasinya tidak lebih dari 10%.

Ini membuktikan bahwa teknik interpolasi menghitung volume pohon di hutan alam primer merupakan salah satu cara mudah dan cepat yang dapat dilakukan di lapangan. Praktik seperti ini tidak diajarkan di bangku kuliah atau sekolah. Kearifan lokal masyarakat sekitar hutan agaknya lebih maju dibanding ilmu pengetahuan di kampus-kampus.


Konsultan Inventarisasi Tegakan